Untuk
dapat mengungkap sejarah Desa Pandak Gede secara lengkap sangatlah sulit,
karena tidak ada bukti tertulis berupa Pustaka atau Prasasti yang dipakai
sebagai dasar atau acuan dalam penulisan sejarah desa. Namun berkat adanya
informasi dan penuturan beberapa pengelingsir (tetua) desa yang dapat dipercaya,
maka Sejarah Desa Pandak Gede dimasa silam dapat kami susun secara tertulis
walaupun isinya sangat singkat dan sederhana.
Diceritakan
pada suatu ketika Bali diperintah atau di pimpin oleh seorang raja yang
bergelar Dalem Kresna Kepakisan yang bersemayam di Samprangan sekitar Tahun
Caka 1383 M dan beliau berputra 3 (tiga) orang. Yang tertua bernama I Dewa
Samprangan, beliau ini gemar sekali bersolek (berhias) sehingga hamper setiap
hari waktunya dihabiskan didalam kamar untuk berhias. Yang kedua putranya
bergelar I Dewa Tarukan. Beliau ini sama sekali tidak tertarik hatinya untuk
menjadi raja dan beliau menjalani hidupnya sebagai seorang Pandita. Dan
putranya yang ketiga yaitu yang paling bungsu bernama I Dewa Ketut Ngelesir,
beliau sangan gemar berkeliling (merantau) untuk berjudi.
Pada
suatu ketika setelah raja Dalem Kresna Kepakisan wafat dan digantikan oleh I
Dewa Samprangan sebagai putra yang tertua dari tiga bersaudara tersebut,
mulailah muncul sifat-sifat yang sejak semula gemar bersolek (berhias) tetap
dibawa-bawa sehingga mendapat julukan Dalem Ile. Beberapa waktu kemudian
datanglah seseorang yang ingin menghadap raja untuk urusan Pemerintahan yaitu
Ki Bendesa Gelgel. Ki Bendesa Gelgel begitu lama menunggu munculnya raja I Dewa
Samprangan dan rasa kesalnya sudah tidak bisa ditutupinya sehingga Ki Bendesa
Gelgel keluar dan meninggalkan Istana. Hal seperti ini sering kali terjadi yang pada akhirnya roda Pemerintahan
Raja I Dewa Samprangan dirasakan kurang bagus.
Para Patih, Baudanda dan para Punggawa Kerajaan sangat
cemas memikirkan nasib Kerajaan (Istana), dan diputuskanlah untuk mencari jalan
keluarnya yaitu dengan kesimpulan Raja I Dewa Samprangan perlu diganti.
Kecemasan para Patih, Baudanda, para Punggawa Kerajaan muncul lagi, karena
Dalem Ketut Ngelesir yang diharapkan dapat memimpin Kerajaan menggantikan
kedudukan kakaknya yaitu I Dewa Samprangan sebagai raja tidak ada di Puri,
karena kegemaran beliau suka berkeliling (merantau) dan bermain judi. Begitu
besar dan harapan serta keinginan rakyat agar Dalem Ketut Ngelesir yang menjadi
Raja menggatikan I Dewa Samprangan, maka dicarilah beliau yang entah dimana
keberadaannya.
Para Patih, Baudanda dan para Arya yang diikuti oleh
rakyat ikut menyebar menelusuri desa-desa untuk dapat menemukan Dalem Ketut
Ngelesir. Sekian lamanya sudah meninggalkan istana untuk mencari Dalem Ketut
Ngelesir hingga sampailah disuatu tempat (alas Sandekan) yang kebetulan Dalem
Ketut Ngelesir ada disana sedang berjudi. Beliau sangat terkejut dan malu
karena yang datang dihadapannya adalah para Patih, Baudanda, dan para Arya
Kerajaan yang diiringi kaula (rakyatnya). Beliau kelihatan sangat bingung
sambil menoleh kekanan dan kekiri serta bertanya kepada para Patih, Baudanda,
dan para Arya Kerajaan. Dan beliau bisa mengerti dengan jawaban yang yang
disampaikan oleh para Patih, Baudanda dan para Arya Kerajaan. Kebingunan beliau
semakin bertambah untuk meninggalkan tempat tersebut, karena beliau sangat
disenangi, disayangi dan dihormati oleh rakyat disana. Sejenak beliau berpikir
dan akhirnya beliau mengambil kesimpulan dan memutuskan untuk memenuhi
keinginan para Patih, Baudanda dan para Arya yang menghadap beliau untuk
kembali ke Puri menjadi Raja menggantikan kakak andanya I Dewa Samprangan yang
lebih dikenal dengan julukan Dalem Ile (suka bersolek). Dengan perasaan sedih
dan berat hati beliau meninggalkan tempat itu. Suasana diselimuti dengan
kesedihan yang mendalam serta keharuan dari seluruh warga (rakyat) disana atas
kepergian beliau. Rakyatpun berdatangan menghaturkan sembah sujud kepada beliau
dan berusaha menahan (Bhs. Bali “mandekang”) keberangkatan beliau dan memohon
agar beliau tetap tinggal disana untuk selama-lamanya.
Oleh
karena merupakan suatu keputusan harus meninggalkan tempat itu, beliau bersabda
kepada rakyat yang mencintainya, seperti berikut : Kamung Hyang – hyang Ning Pandekan – pandekan sedaya mangke ngulun
apasaha lawan kita, moge kita raharja kewredianing suka kara lana kinasihan
muang penareking depara sujana mangke tekaning delana lan trimanen pawekastu prikite
mangke Hyang-hyang Ning Pandekan.”
Yang artinya kurang
lebih :
“Saudara-saudaraku
yang berbudi luhur yang menahan keberangkatan saya untuk kembali ke Istana,
sebab sudah waktunya saya berpisah dengan saudara-saudaraku sekalian. Mudah-mudahan
kalian selamat, bahagia, dan selalu disayangi serta didatangi para pembesar dan
para pemimpin.”
Sejak ditinggalkannya tempat
itu (pesraman) ke Puri Gelgel, tempat itu kurang mendapat perhatian lagi dari
semua pihak, kecuali mereka orang penghuni pondok disekitar alas Sanekan
tersebut. Karena kesan dan keindahan tempat tersebut, maka mereka para warga
pondok disekitarnya mendirikan sebuah tempat pemujaan yang disucikan untuk
memohon restu agar sukses selalu dalam menghadapi masalah dan pekerjaan serta
selamat sentosa untuk seterusnya. Sampai saat ini ditempat itu terdapat sebuah
Pura yang diberi nama Pura Lemendek
atau Pura Mendek.
Menyimak kata “ Hyang-hyang Ning Pandekan-pandekan “
diatas yang artinya kurang lebih yaitu : Saudara-saudaraku
yang menahan (Bhs.Bali Mandekang) atau berhasrat
besar (Bhs.Bali Mekeneh Sanget Gede). Jadi dapat diartikan secara
keseluruhan yaitu Pandekan Gede
(Bhs.Bali: Sanget Mandekang) yang lama-kelamaan berubah menjadi Pandak Gede
sebagaimana nama Desa Pandak Gede sekarang. Dan apabila kita perhatikan
kenyataan sekarang dimana kegemaran dan sifat-sifat yang dimiliki oleh Raja
Dalem Ketut Ngelesir yang senang merantau (mengembara) dan senang bermain judi*, (*judi disini bermakna
mempertaruhkan jiwa dan raga dalam mencari sesuap nasi/harta sebagai pedagang
keliling/merantau) kemungkinan besar
karena adanya rasa keterikatan dan rasa saling mencintai satu sama lainnya yang
menurun pada masyarakat Desa Pandak Gede. Mudah-mudahan apa yang telah
disabdakan oleh Dalem Ketut Ngelesir menjadi kenyataan. Dan kegemaran
masyarakat untuk mengembara (merantau) didalam memenuhi kehidupannya dapat
dilalui dengan selamat dan sukes yang pada suatu waktu bisa digunakan sebagai
bekal pulang ke desa asal untuk ikut membangun desa yaitu Desa Pandak Gede yang
cintainya.
Demikian sejarah singkat Desa Pandak Gede dimasa silam dapat kami ungkap
secara tertulis dengan harapan semoga ada manfaatnya bagi semua orang utamanya
masyarakat Desa Pandak Gede.
Penulis : Ngurah Marjaya
sumber : cerita tetua2 desa dan juga buku babad dalem dengan judul pengalu orang Pandak
Mantap pak de,,,,good job
BalasHapusKarya yg bagus, semua desa" pasti punya sejarah kemunculanya, perlu dikembangkan/digali lg asal usul yang lain yg madih berkaitan dg keberadaan desa Pandak Gede.
BalasHapusKarya yg bagus, semua desa" pasti punya sejarah kemunculanya, perlu dikembangkan/digali lg asal usul yang lain yg madih berkaitan dg keberadaan desa Pandak Gede.
BalasHapusKupas Lebih dalam untuk pengetahuan anak cucu kita nanti,Tiang saking banjar Tegeh mangkin mewaste banjar Pangkung,hehehhe....Rahayu
BalasHapusMatur suksme penjelasanya. Niki wenten akidik cerita sane munggah ring babad keluarga titiang. Dados ke cek ring web https://puriagungbatanancak.simdif.com. Matur suksme
BalasHapusBila ingin informasi lebih lanjut, penulis dapat menghubungi wakil kel. besar Jero Pandak yang juga punya informasi lebih banyak lagi ttg keberadaan desa Pandak Gede dan keterkaitannya dengan kel Jero Pandak sejak awal. Silakan bisa hubungi wakil kel Jero Pandak, saya yakin bliau akan memberi tambahan info yang dapat memperkaya tulisan ini. Terima kasih
BalasHapusTyg saking Puri Gelgel Klungkung matur suksma antuk cukilan babad dan sejarah niki.. Kirang langkung penikan nak lingsir di Puri juga pateh kadi niki. Dumogi sami rahayu
BalasHapus